Perempuan, Keluarga, Dan Jati Diri Bangsa: Konferensi Perempuan Indonesia Online 2025 Tawarkan Jawaban Nyata Di Tengah Krisis Nilai
- ranadinara27
- Jul 26
- 4 min read
Jakarta, Juli 2025 — Di tengah krisis nilai dan derasnya arus globalisasi, lebih dari 500 perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang berkumpul dalam Konferensi Perempuan Indonesia Online 2025.
Bertema “Membangun Kembali Jati Diri Bangsa Melalui Peran Perempuan dan Keluarga,” konferensi ini hadir bukan sekadar forum wacana, tetapi ruang reflektif dan strategis yang menyatukan akademisi, aktivis, pemimpin komunitas, hingga ibu rumah tangga untuk menjawab satu pertanyaan penting: bagaimana bangsa ini bisa kembali berakar, berkarakter, dan bermartabat melalui pendidikan keluarga?

foto Konferensi Perempuan Indonesia Online 2025
Hai, Teman Baik Ipedia!
Pada KPI kali ini, setiap peserta membawa misi nyata, yaitu memberikan dampak langsung bagi keluarga dan komunitasnya. Diperkirakan, melalui peran aktif mereka sebagai pendidik utama di rumah, pemimpin komunitas, dan agen perubahan, konferensi ini akan menjangkau dan memengaruhi lebih dari 2.000 anak-anak Indonesia—generasi penerus bangsa yang tengah tumbuh di tengah arus disrupsi sosial dan nilai.
Menjawab Keresahan Nasional Lewat Akar Budaya. Data dari UNESCO mencatat bahwa lebih dari 70% pendidikan karakter anak terbentuk di rumah, dengan perempuan sebagai pusat pengasuhan.
Sementara itu, laporan BPS 2024 menunjukkan bahwa 60% penggerak komunitas lokal di Indonesia adalah perempuan, tetapi belum semuanya mendapatkan ruang dan pengakuan dalam kebijakan strategis pembangunan manusia.
Konferensi Perempuan Indonesia (KPI) 2025 menjadi penanda bahwa pengakuan itu harus dikembalikan, bukan dalam bentuk retorika, tapi melalui sistem yang berpihak pada keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan utama.
Dari Laut Nusantara hingga Ruang Keluarga
Konferensi ini dibuka oleh Letkol Laut (Purn) Runik Arumdati, komandan KRI perempuan pertama, yang menggarisbawahi pentingnya keluarga dalam menopang perjalanan karier perempuan.
Dari laut Indonesia yang luas, kisah berlanjut ke ruang baca keluarga bersama Ratih N. E. Anggraini, Ph.D, pakar AI sekaligus ibu dari penulis muda internasional, Muhammad Deliang. Ia menegaskan pentingnya literasi keluarga dalam melahirkan generasi kreatif.
Sementara itu, Prof. Euis Sunarti, pelopor ketahanan keluarga, mengangkat kondisi generasi yang kehilangan adab dan rasa malu sebagai “refleksi dari ketidaksiapan keluarga dalam menanamkan nilai.” Ia menyerukan perlunya revitalisasi interaksi dalam rumah tangga—antara suami-istri, orangtua-anak, hingga antar saudara—untuk mengembalikan peradaban ke akarnya.
Kisah Doa dan Tirakat Seorang Ibu
Salah satu momen paling emosional terjadi dalam sesi bersama Murni Hercahyani, ibu dari Belva Devara (pendiri Ruangguru). Dalam testimoninya, ia menyebutkan bahwa pendidikan anak tidak cukup dengan metode, tetapi butuh “doa ekstrem, sedekah ekstrem, dan usaha ekstrem.”
Sesi ini menggugah banyak peserta—ribuan ibu—untuk menangis, merenung, dan meneguhkan kembali niat mendidik anak-anak mereka sepenuh hati. Di sisi lain, inspirasi hadir dari Capt. Entin Kartini, perempuan pertama yang menjadi nahkoda kapal di Indonesia.
Di usianya yang ke-79 tahun, ia masih aktif mengajar taruni pelayaran. Ia membuktikan bahwa perempuan tidak hanya mampu mengarungi samudra, tapi juga memimpin arah dengan keteguhan dan cinta terhadap keluarga. “Saya tetapkan tenggat karier, karena saya ingin hadir penuh dalam masa emas anak-anak saya,” tegasnya.
Dari Tradisi Lokal ke Tujuan Global
KPI 2025 tidak berhenti pada refleksi. Sesi-sesi berikutnya menghadirkan penggerak komunitas yang menghubungkan nilai lokal dengan SDG’s (Sustainable Development Goals).
Nama-nama seperti Fajrina Addien (Beauty Logic Academy – SDG 5), Yulianti (Cycle Organic Farming – SDG 4),Hilda Lu’lu’in (Rumah Pelita – SDG 8), Nesri Baidani (Gen Pejuang - SDG 4) ,Ayiek Budiyanto ( Keluarga Joglo, SDG 4) hingga Indah Laras Ichsan ( KLIK, SDG 16) menunjukkan bahwa perempuan Indonesia tidak kekurangan inovasi—mereka hanya perlu panggung dan dukungan.
Seperti, Ara Kusuma, salah satu dari 50 Explorer Global versi National Geographic. Dalam sesinya menegaskan bahwa identitas nasional dibangun dari kearifan lokal yang dirawat oleh perempuan. “Mulailah dari rumah: dari mendongeng, berkebun, hingga merawat bahasa ibu. Itulah akar peradaban.”
Di lain kisah ada Rachmi Syofia (Mimi Campervan Girl) akrab disapa Mimi Campervan Girl. Seorang solo traveler, aktivis sosial, dan penjelajah kearifan lokal. Dalam sesi yang menyentuh dan inspiratif ini, Mimi membagikan alasan kuat di balik keputusannya menjadi petualang tunggal.
Terinspirasi dari adat merantau orang Minang dan terdorong oleh pandemi yang mengguncang hidupnya, Mimi menyadari bahwa hidup terlalu singkat untuk menunda mimpi. “Kalau tidak sekarang, kapan lagi?”, ujarnya.
Deklarasi Menuju Aksi Nyata
Konferensi ini ditutup dengan Deklarasi Perempuan Berjati Diri, dibacakan oleh Septi Peni Wulandani, pendiri Ibu Profesional—komunitas penggerak KPI.
Isi deklarasi menegaskan: perempuan adalah penjaga peradaban, keluarga adalah pusat pembentukan karakter bangsa, dan kearifan lokal adalah fondasi identitas nasional.
Deklarasi ini bukan hanya simbolis. Seluruh rangkaian KPI 2025 didokumentasikan, dianalisis, dan akan disampaikan sebagai rekomendasi kebijakan kepada pemerintah pusat dan daerah, khususnya kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Sosial.
Sebuah Rekomendasi untuk Pemerintah
Konferensi ini menyimpulkan bahwa jika Indonesia ingin serius membangun manusia unggul, maka:
Keluarga harus menjadi basis kebijakan pendidikan nasional. Perempuan harus diposisikan sebagai pemimpin pendidikan di rumah, bukan sekadar pelengkap ekonomi.
Gerakan literasi keluarga dan pendidikan karakter berbasis nilai lokal harus diperluas dan difasilitasi. Dukungan kebijakan multisektor (pendidikan, sosial, ekonomi) dibutuhkan agar perempuan bisa menjalankan perannya secara utuh.
KPI online 2025 telah usai, tapi gelombang gerakannya baru saja dimulai. Bulan Agustus 2025, tepatnya tanggal 7 Agustus 2025, para peserta KPI Online ini akan berlayar bersama menuju Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, menggunakan KM Nggapulu untuk menyelenggarakan Konferensi Perempuan Indonesia secara luring disana. Bersama dengan para penggerak perempuan lokal dari Indonesia Timur.
Perempuan Indonesia hari ini bukan hanya pendidik, mereka adalah penentu arah bangsa. Dari rumah, mereka menyalakan obor perubahan. Dan dari akar budaya, mereka merangkai jati diri Indonesia yang tangguh menghadapi masa depan.
Comments